HANdapat dijadikan instrumen untuk terselenggaranya pemerintahan yang baik. Penyelenggaraan pemerintahan lebih nyata dalam HAN, karena di sini akan terlihat konkrit hubungan antara pemerintah dengan masyarakat, kualitas dari hubungan pemerintah dengan masyarakat inilah setidaknya dapat dijadikan ukuran apakah penyelenggaraan pemerintahan sudah Satudemi satu simbol-simbol reformasi sudah mulai diperesentasikan dalam berbagai bentuk,baik dibidang demokrasi, penegakan hak asasi manusia, supermasi hukum dan juga penataan birokrasi sesuai dengan prisip-prinsip ketata negaraan yang baik. Semuanya itu hanyalah system untuk mencapai tujuan hingga suatu saat nantinya benar-benar akan Dilansirdari Encyclopedia Britannica, kualitas demokrasi suatu negara akan lebih baik apabila partisipasi politik masyarakat tinggi. Facebook Twitter LinkedIn Tumblr Pinterest Reddit VKontakte Share via Email Print Vay Tiền Trả Góp 24 Tháng. Latihan Soal Online - Latihan Soal SD - Latihan Soal SMP - Latihan Soal SMA Kategori Kewarganegaraan ★ Soal UAS PKN SMA Kelas XI Semester 1Kualitas demokrasi suatu negara akan lebih baik apabila…. a. tingkat ekonomi masyarakat yang tinggi b. partisipasi politik masyarakat tinggi c. kreativitas masyarakat tinggi d. masyarakat bebas menggali potensi e. masyarakat hidup dengan sejahteraPilih jawaban kamu A B C D E Latihan Soal SD Kelas 1Latihan Soal SD Kelas 2Latihan Soal SD Kelas 3Latihan Soal SD Kelas 4Latihan Soal SD Kelas 5Latihan Soal SD Kelas 6Latihan Soal SMP Kelas 7Latihan Soal SMP Kelas 8Latihan Soal SMP Kelas 9Latihan Soal SMA Kelas 10Latihan Soal SMA Kelas 11Latihan Soal SMA Kelas 12Preview soal lainnya PTS 1 Ganjil PKn SD Kelas 6Memaknai proklamasi kemerdekaan dapat dilakukan dengan mengisi kemerdekaan dengan sikap-sikap positif, seperti …………A. bangga memakai produk luar negeriB. melestarikan kebudayaan nasionalC. memasang foto pahlawan di mana-manaD. mengikuti upacara bendera karena terpaksaCara Menggunakan Baca dan cermati soal baik-baik, lalu pilih salah satu jawaban yang kamu anggap benar dengan mengklik / tap pilihan yang tersedia. Materi Latihan Soal LainnyaUlangan Tema 8 Subtema 3 SD Kelas 3Bahasa Indonesia SD Kelas 2Kekongruenan dan Kesebangunan - Matematika SMP Kelas 9Pidato - Bahasa Indonesia SD Kelas 6PAT Ulumul Hadits MA Kelas 11IPA Tema 9 SD Kelas 4Hidrologi Air TanahUTS Sosiologi SMA Kelas 11Pengelolaan Sumber Daya Alam di Indonesia - Geografi SMA Kelas 11Jaringan Hewan - Biologi SMA Kelas 11 IPA Tentang Soal Online adalah website yang berisi tentang latihan soal mulai dari soal SD / MI Sederajat, SMP / MTs sederajat, SMA / MA Sederajat hingga umum. Website ini hadir dalam rangka ikut berpartisipasi dalam misi mencerdaskan manusia Indonesia. Perkembangan Kualitas Demokrasi di Indonesia Tahun 2009-2018 Yusuf Munandar INI Kebumen, BAGAIMANAKAH sebenarnya hubungan antara kualitas demokrasi dengan tingkat kesejahteraan suatu negara? Apakah makin baik kualitas demokrasi dari suatu negara, maka tingkat kesejahteraannya akan makin tinggi? Atau sebenarnya tidak ada hubungan sama sekali antara kualitas demokrasi dengan tingkat kesejahteraan atau tingkat pendapatan dari suatu negara?Acemoglu dan kawan-kawan 2019 dalam tulisannya berjudul “Democracy Does Cause Growth” menjelaskan bahwa demokrasi memiliki efek yang positif terhadap produk domestik bruto PDB per kapita. Artinya makin baik kualitas demokrasi dari suatu negara maka makin tinggi juga produk domestik bruto per kapita-nya. Dan sebaliknya, makin buruk kualitas demokrasi dari suatu negara maka makin rendah produk domestik bruto per kapita-nya. Kemudian dijelaskan bahwa demokratisasi menaikkan produk domestik bruto per kapita sebesar 20% dalam jangka panjang. Ini berlaku bagi suatu negara baik dia negara maju, negara berkembang, maupun negara yang masih tertinggal. Menurut Acemoglu dan kawan-kawan 2019, efek positif dari demokrasi berasal dari tingginya investasi modal, tingginya tingkat sekolah, dan membaiknya tingkat itu di sisi lain, Heshmati dan Kim 2017, dalam tulisannya berjudul “The Relationship between Economic Growth and Democracy Alternative Representations of Technological Change” menjelaskan bahwa berdasarkan teori perkembangan negara, ternyata kualitas institusi yang akan membawa kepada pertumbuhan ekonomi, tidak konsisten dengan kualitas demokrasi. Di beberapa negara Asia Timur, seperti Korea Selatan dan Taiwan, strategi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi ditempuh dengan cara mengendalikan institusi secara efisien untuk mengalokasikan modal dan sumber daya sedemikian rupa sesuai dengan tujuan dari pemerintah. Dengan sedikit memaksa warga negara untuk fokus kepada pertumbuhan ekonomi, negara menciptakan suatu atmosfir dimana mengorbankan kebebasan individu menjadi sesuatu yang bisa dimaklumi. Walaupun strategi yang ditempuh negara seperti Korea Selatan dan Taiwan ini tidak menjamin adanya nilai-nilai demokrasi dan transparansi kelembagaan, tetapi negara-negara ini bisa mengalami pertumbuhan ekonomi yang mengagumkan di sekitar tahun 1970-an dan bagaimana menghubungkan dua penjelasan di atas yang seakan bertentangan, dimana satu pendapat menyatakan bahwa demokrasi berdampak positif terhadap kesejahteraan penduduk atau pertumbuhan ekonomi. Sementara terdapat penjelasan lain yang menyatakan bahwa walaupun tidak menguatkan nilai-nilai demokrasi termasuk transparansi kelembagaan, suatu negara tetap bisa maju serta memiliki penduduk yang berpendapatan tinggi dan sejahtera. Secara sederhana kemungkinan terdapat satu hal yang mungkin bisa menghubungkan dua penjelasan tersebut yaitu kapabilitas institusi negara atau lembaga negara. Institusi negara atau lembaga negara yang memiliki kapabilitas yang mumpuni ditambah dengan penguatan nilai-nilai demokrasi, maka negara tersebut akan mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Apabila institusi atau lembaga pemerintah di suatu negara memiliki kapabilitas yang mumpuni, negara tersebut tetap akan bisa meraih pendapatan per kapita yang tinggi walaupun negara tersebut mengabaikan nilai-nilai bagaimana dengan Indonesia? Bisakah Indonesia meraih pendapatan tinggi dengan kapabilitas institusi negara yang ada saat ini? Apakah institusi atau lembaga pemerintah Indonesia memiliki kapabilitas yang mumpuni, dari waktu ke waktu? Untuk menilai kapabilitas institusi atau lembaga pemerintah Indonesia mungkin bisa dilakukan dengan beberapa cara atau pendekatan. Akan tetapi yang lebih mudah untuk dijelaskan adalah mengetahui perkembangan kualitas demokrasi di Indonesia dari waktu ke waktu. Hal ini karena sudah terdapat beberapa alat ukur untuk mengetahui perkembangan kualitas demokrasi di Indonesia dari waktu ke waktu. Antara lain yaitu Indeks Demokrasi Indonesia IDI yang disusun oleh Badan Pusat Statistik BPS Indonesia, dan Democracy Index yang disusun oleh The Economist Intelligence Indeks Demokrasi Indonesia IDI, Dalam Rentang Waktu 2009-2018 Perkembangan Kualitas Demokrasi Indonesia Adalah Meningkat Indeks Demokrasi Indonesia IDI disusun pertama kali oleh BPS Indonesia pada tahun 2009. IDI memiliki nilai antara 0 paling buruk sampai 100 paling baik. BPS mengklasifikasikan IDI menjadi 3 kategori yaitu “baik” untuk angka indeks lebih dari 80, “sedang” untuk angka indeks 60 sampai 80, dan “buruk” untuk angka indeks kurang dari jangka waktu 2009-2018, angka IDI bersifat fluktuatif tetapi memperlihatkan tren yang meningkat. Artinya bahwa dalam jangka waktu 2009-2018 bisa dinyatakan bahwa kualitas demokrasi Indonesia meningkat. Pada tahun 2009, angka atau skor IDI adalah sebesar 67,30 kategori sedang dan pada tahun 2018 skor IDI telah menjadi sebesar 72,39 kategori sedang.IDI memiliki tiga aspek dimana dalam jangka waktu 2009-2018, aspek Kebebasan Sipil memperlihatkan tren yang menurun, sementara aspek Hak-hak Politik dan aspek Lembaga Demokrasi memperlihatkan tren yang meningkat. Pada tahun 2009, aspek Kebebasan Sipil menunjukkan indeks sebesar 86,97 dan turun menjadi sebesar 78,46 di tahun 2018. Sementara aspek Hak-hak Politik memiliki indeks sebesar 54,60 di tahun 2009 dan meningkat menjadi sebesar 65,79 di tahun 2018. Di tahun 2009, indeks dari aspek Lembaga Demokrasi adalah sebesar 62,72 dan meningkat menjadi sebesar 75,25 di tahun jangka waktu 2009-2018, apabila melihat angka IDI per tahun, maka bisa diketahui bahwa IDI menunjukkan angka atau skor atau poin terbesarnya di tahun 2014 yaitu sebesar 73,04. Apabila ditarik dari saat dimana IDI menunjukkan angka terbesarnya yaitu 73,04, maka IDI menunjukkan tren yang menurun. Walaupun demikian, aspek Hak-hak Politik menunjukkan tren yang meningkat yaitu dari sebesar 63,72 di tahun 2014 menjadi sebesar 65,79 di tahun 2018. Aspek Kebebasan Sipil menunjukkan tren yang menurun yaitu dari sebesar 82,62 di tahun 2014 menjadi sebesar 78,46 di tahun 2018. Dan aspek Lembaga Demokrasi menunjukkan tren yang menurun yaitu dari sebesar 75,81 di tahun 2014 menjadi sebesar 75,25 di tahun Berita Resmi Statistik Nomor 58/07/ tanggal 29 Juli 2019, Badan Pusat Statistik menjelaskan bahwa aspek Kebebasan Sipil menunjukkan fluktuasi dengan tren yang lebih “smooth” dibandingkan dengan dua aspek lainnya. Aspek Kebebasan Sipil pernah berada pada kategori “baik” pada periode tahun 2009-2011 dan tahun 2014-2015, serta mengalami titik terendah pada tahun 2016 yaitu sebesar 76,45 Hak-hak Politik sempat berada pada kategori “buruk” pada periode tahun 2009-2013 sebelum akhirnya mengalami peningkatan pada periode tahun 2013-2015, dari sebesar 46,25 poin menjadi sebesar 70,63 poin. Setelah tahun 2015, aspek Hak-hak Politik menunjukkan tren menurun, walaupun masih dalam kategori “sedang”.Sementara itu, aspek Lembaga Demokrasi selama periode tahun 2009-2018 selalu berada pada kategori “sedang” dengan pencapaian terendah pada tahun 2016 yaitu sebesar 62,05 dan tertinggi pada tahun 2014 yaitu sebesar 75, Democracy Index, Dalam Rentang Waktu 2006-2019 Perkembangan Kualitas Demokrasi Indonesia Adalah MeningkatDemocracy Index yang dikeluarkan oleh The Economist Intelligence Unit EIU memperlihatkan bahwa dalam rentang waktu 2006-2019 perkembangan kualitas demokrasi di Indonesia bersifat fluktuatif dengan tren meningkat, dimana pada tahun 2006 skor Democracy Index Indonesia adalah sebesar 6,41 dan kemudian naik menjadi sebesar 6,48 di tahun 2019. Dan rangking global dari Democracy Index Indonesia juga meningkat dari berada di rangking 65 pada tahun 2006 menjadi berada di rangking 64 di tahun Index yang disusun oleh The Economist Intelligence Unit EIU memiliki lima indikator yaitu indikator proses pemilihan dan pluralisme, indikator fungsionalitas pemerintahan, indikator partisipasi politik, indikator budaya politik, dan indikator kebebasan sipil. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam laporan yang berjudul “Democracy Index 2019 A Year of Democratic Setbacks and Popular Protest” yang disusun oleh The Economist Intelligence Unit EIU.Dalam rentang waktu 2006-2019, dua indikator Democracy Index Indonesia mengalami kenaikan yaitu indikator proses pemilihan dan pluralisme dan indikator partisipasi politik. Pada tahun 2006, indikator proses pemilihan dan pluralisme menunjukkan angka indeks sebesar 6,92, dan pada tahun 2019 naik menjadi sebesar 7,92. Sementara itu, indikator partisipasi politik menunjukkan angka indeks sebesar 5,00 di tahun 2006 dan meningkat menjadi sebesar 6,11 di tahun rentang waktu 2006-2019, satu indikator Democracy Index Indonesia tidak mengalami perubahan yaitu indikator fungsionalitas pemerintahan, dimana pada tahun 2006 adalah sebesar 7,14 dan pada tahun 2019 juga sebesar 7, dalam rentang waktu 2006-2019, dua indikator Democracy Index Indonesia mengalami penurunan yaitu indikator budaya politik dan indikator kebebasan sipil. Pada tahun 2006, indikator budaya politik menunjukkan angka indeks sebesar 6,25, dan pada tahun 2019 turun menjadi sebesar 5,63. Sementara itu, indikator kebebasan sipil menunjukkan angka indeks sebesar 6,76 di tahun 2006 dan turun menjadi sebesar 5,59 di tahun The Economist Intelligence Unit EIU, kenaikan dalam angka indeks dari indikator proses pemilihan dan pluralisme antara lain menunjukkan bahwa baik pemilihan presiden, pemilihan kepala daerah, pemilihan legislatif di tingkat pusat maupun daerah, semuanya menunjukkan proses pemilihan yang bebas, fair, dan tanpa ancaman terhadap para pemilih. Juga menunjukkan bahwa peraturan yang ada memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh pihak yang berkompetisi. Juga menunjukkan bahwa rakyat bebas untuk mendirikan partai kenaikan dalam indeks dari indikator partisipasi politik antara lain menunjukkan bahwa pihak minoritas baik dari sisi agama, suku dan lainnya, memiliki kewenangan dan suara dalam proses politik. Selain itu juga menunjukkan jumlah orang yang memilih lebih banyak dan makin banyak orang yang “melek politik”. Juga menunjukkan bahwa parlemen menjaga secara kuat adanya keterwakilan perempuan di parlemen. Serta menunjukkan bahwa jumlah anggota partai politik dan anggota lembaga swadaya masyarakat atau organisasi non pemerintah semakin besar. Menurut The Economist Intelligence Unit EIU, penurunan skor dari indikator budaya politik antara lain menunjukkan bahwa makin sedikit orang yang setuju bahwa demokrasi lebih baik dari bentuk pemerintahan lain, demokrasi meningkatkan pertumbuhan ekonomi, demokrasi adalah sistem yang baik untuk menjaga peraturan umum, negara sebaiknya tidak diperintah oleh pemerintahan militer, dan tidak boleh ada seorang pemimpin kuat memotong atau mendominasi parlemen dan pemilihan. Sementara itu menurut The Economist Intelligence Unit EIU, penurunan dalam indikator kebebasan sipil, antara lain menunjukkan bahwa kebebasan pers berkurang dan makin banyak pengendalian media, kebebasan berekspresi dan protes berkurang, diskusi masalah publik makin kurang terbuka dan kurang bebas, pembatasan politik makin besar, hak asasi manusia semakin kurang terlindungi, warga negara kurang diperlakukan sama di depan hukum, dan pengadilan makin diintervensi oleh pemerintah.*Yusuf MunandarPeneliti pada Badan Kebijakan Fiskal Kementerian KeuanganArtikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan institusi tempat penulis bekerja - Negara demokrasi memiliki sejumlah ciri, antara lain berdasar pada hukum, terdapat kontrol rakyat terhadap jalan pemerintahan, pemilihan umum pemilu yang jujur dan adil, partisipasi masyarakat yang kuat, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia HAM. Seluruh poin tersebut telah berjalan di Indonesia. Akan tetapi, Indonesia masih menghadapi banyak persoalan terkait demokrasi, seperti kemunculan ideologi intoleran dan ujaran kebencian terhadap kelompok tersebut menunjukkan bahwa Indonesia belum mapan dalam kehidupan berdemokrasi dan masih dalam proses pembelajaran menuju negara dengan demokrasi yang sehat. Secara kuantitatif, kondisi tersebut dapat dirujuk pada capaian indeks demokrasi Indonesia. Badan Pusat Statistik BPS mencatat, indeks demokrasi Indonesia pada 2010 adalah 68,28 dalam skala 0 sampai 100. Sementara, pada 2021, indeks demokrasi Indonesia mencapai 75,46. Adapun nilai indeks demokrasi Indonesia mencapai angka tertinggi pada 2019, yakni 76,34. Dalam skala global 0-10, skor indeks demokrasi Indonesia adalah 6,71. Angka ini menempatkan Indonesia pada peringkat ke-52 dunia. Sementara untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia masih lebih rendah dari Malaysia yang memiliki skor 7,24 dan Timor Leste dengan skor 7,06. Upaya peningkatan kualitas demokrasi Untuk mendorong peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Kemenkominfo menggelar Forum Cerdas Berdemokrasi dengan tema “Peningkatan Kualitas Demokrasi Di Era Digital”. Forum tersebut dilaksanakan di Gedung Graha Kebangsaan Universitas 17 Agustus 1945, Semarang, Selasa 14/6/2022. Forum Cerdas Berdemokrasi digelar untuk meningkatkan pengetahuan serta kesadaran dan partisipasi masyarakat, terutama generasi milenial, untuk merawat dan mengembangkan demokrasi yang sehat di Indonesia. Adapun sejumlah narasumber yang hadir dalam forum tersebut, antara lain perwakilan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Tengah Rahmad Winarto, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas 17 Agustus 1945 Semarang Dra Rini Werdiningsih, MS, dan Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto. Direktur Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan Kemenkominfo Bambang Gunawan mengatakan, Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar di dunia setelah Amerika Serikat dan India. “Demokrasi merupakan hal yang krusial bagi negara yang memiliki latar belakang budaya dan etnis,” katanya dalam keterangan pers yang diterima Jumat 17/6/2022. Perkembangan teknologi, lanjutnya, berkontribusi pada perkembangan demokrasi. Hal ini pun memunculkan fenomena demokrasi digital. “Saat ini, demokrasi digital merupakan cara baru bagi masyarakat untuk berkreasi, berekspresi, dan berpendapat melalui platform digital,” ujarnya. Bambang juga berharap, pemerintah dan masyarakat dapat berkolaborasi dalam meningkatkan kualitas demokrasi sekaligus mengimplementasikan demokrasi yang sehat di era digital. “Terlebih, dunia digital memiliki tantangan tersendiri, seperti maraknya konten-konten bersifat hoaks yang menyesatkan dan tidak jelas asal usulnya, serta mudah diakses oleh siapa pun,” sambungnya. Oleh karena itu, kata Bambang, masyarakat harus berhati-hati dan cermat dalam menerima informasi. Kesetaraan ruang Sementara itu, Rahmad Winarto menjelaskan dalam paparannya bahwa proses demokrasi harus memberikan ruang yang setara bagi siapa pun. Dengan begitu, kegelisahan publik dapat dikelola dengan baik dan melahirkan rekomendasi-rekomendasi strategis yang bermanfaat bagi khalayak ramai. “Kita telah mengalami fase dimana komunikasi, informasi, dan transportasi telah mengalami perubahan yang sangat besar,” jelasnya. Saat ini, kata Rahmad, manusia telah sampai pada titik kemudahan informasi yang dapat diterima hanya dengan mengetikkan kata kunci.“Kata kunci ini melahirkan referensi-referensi yang memiliki dampak negatif dan belum valid kebenarannya. Oleh karena itu, kita jangan salah pilih guru dan mengambil referensi. Karena bila salah guru akan salah pula referensinya,” ujarnya. Rahmad mengatakan bahwa saat ini, generasi Z mendominasi setiap aspek kehidupan di Indonesia. Oleh karena itu, perlu ada bentuk komunikasi yang dapat dimengerti anak muda agar mereka tertarik kepada dunia politik. “Bicara soal demokrasi dan mahasiswa, jika sebelumnya identik dengan aksi turun ke jalan, sekarang platformnya telah berbeda. Kritik dan aspirasi dapat disampaikan dengan cara yang baik melalui platform digital tanpa harus turun ke jalanan,” tutur Rahmad. Indikator kualitas demokrasi Dra Rini Werdaningsih mengatakan, era digital menimbulkan pergeseran nilai di tengah masyarakat. Saat ini, segala sesuatu disampaikan dan disebarluaskan melalui media sosial. “Tak bisa dimungkiri, setiap generasi memiliki penerimaan yang berbeda-beda dalam menghadapi situasi ini,” ujarnya. Lebih lanjut Rini menjelaskan, setidaknya ada lima indikator dalam mengukur kualitas demokrasi, yaitu budaya politik, kebebasan sipil, fungsi dan kinerja pemerintah, partisipasi politik dan proses pemilu, serta pluralisme. “Adapun kualitas demokrasi di era digital sesungguhnya dilihat dari bagaimana masyarakat, terutama perilaku generasi Z, dalam mempengaruhi kelima indikator tersebut,” jelasnya. Menurutnya, generasi Z menjadi faktor penentu karena mereka sangat berdampingan dengan kemajuan teknologi, open minded, dan turut berperan sebagai agen perubahan. Kesiapan dari lembaga pemerintahan merupakan salah satu kunci penting dalam upaya meningkatkan kualitas demokrasi di era digital. Upaya tersebut telah dicontohkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang telah menyediakan kanal untuk memudahkan masyarakat menyampaikan keluhan dan aspirasi. Tantangan jelang pemilu Damar Juniarto mengungkapkan bahwa ada tantangan terhadap kualitas demokrasi suatu negara, terutama menjelang pemilu. Menurutnya, platform digital berperan sebagai instrumen untuk melihat tingkat transparansi politik dan demokrasi. “Kemudahan akses platform digital memungkinkan masyarakat untuk terlibat dan berpartisipasi dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah,” tuturnya. Selain itu, lanjut Damar, platform digital juga dapat membantu menyuarakan HAM. Pasalnya, konsep digital sendiri sejajar dengan konsep demokrasi karena semua orang memiliki akses yang sama. Damar menyampaikan, teknologi dapat mendorong peningkatan kualitas demokrasi menjadi lebih baik. “Namun, di era digital yang bebas ini, masyarakat dapat memperoleh konten negatif dan berperilaku negatif dengan mudah. Oleh karena itulah, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik UU ITE dalam rangka mengatur perilaku dan muatan konten yang terdapat di platform digital,” jelasnya. Jelang pemilu 2024, Damar berharap masyarakat semakin cerdas dan bijaksana dalam berdemokrasi. “Terutama, cara menjaga dan bertanggung jawab terhadap situasi yang kita hadapi sekarang. Pengalaman pemilu lalu, kita tidak memilih pemimpin bukan karena prestasi atau rekam jejaknya, tetapi karena rasa suka dan tidak suka,” terangnya. Menurutnya, peningkatan kualitas demokrasi tidak hanya berbicara tentang bagaimana internet bisa mengalahkan suara amplop, tetapi juga pemanfaatan kemajuan teknologi secara cerdas dan bijaksana. Utamanya, dalam menyampaikan aspirasi dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. “Dengan demikian, teknologi digital akan mendukung terwujudnya demokrasi yang semakin sehat dan mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih baik,” sambung Damar.

kualitas demokrasi suatu negara akan lebih baik apabila